Ada dua orang
yang tamak dan masing-masing tidak akan kenyang. Pertama, orang tamak untuk
menuntut ilmu, dia tidak akan kenyang. Kedua, orang tamak memburu harta, dia
tidak akan kenyang.
(Nabi Muhammad
saw) Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibnu Abbas ra di atas,
ada dua karakter orang tamak yang tidak akan pernah puas terhadap apa yang
dimilikinya dan senantiasa berusaha untuk menambahnya.
Namun, keduanya
memiliki karakteristik yang berbeda menurut sisi pandang Islam.
Adalah terpuji
jika ada seorang Muslim yang tamak terhadap ilmu. Muslim seperti ini senantiasa
menginginkan derajat keilmuan, akhlak, amal kebajikan, dan usahanya untuk
meraih kemuliaan, yang akan mengetuk hatinya untuk menapaki tangga kesempurnaan
sebagai seorang Muslim. Ia selalu memanfaatkan segala kesempatan untuk mengkaji
Islam dalam memecahkan problem kehidupan manusia dengan hikmah. Sabda
Rasulullah saw, “Ilmu laksana hak milik seorang Mukmin yang hilang, di manapun
ia menjumpainya, di sana ia mengambilnya,” (HR Al Askari dari Anas ra).
Sedangkan
ketamakan terhadap harta hanyalah akan menghasilkan sifat buas, laksana
serigala yang terus mengejar dan memangsa buruannya walaupun harta itu bukan
haknya. Fitrah manusia memang sangat mencintai harta kekayaan dan berhasrat
keras mendapatkannya sebanyak mungkin dengan segala cara dan usaha. Firman
Allah S.W.T: Katakanlah (hai Muhammad), jika seandainya kalian menguasai semua
perbendaharaan rahmat Tuhan, niscaya perbendaharaan (kekayaan) itu kalian tahan
(simpan) karena takut menginfakkannya (mengeluarkannya). Manusia itu memang
sangat kikir. (QS Al Isra': 100).
Rasulullah saw
bersabda, “Hamba Allah selalu mengatakan, 'Hartaku, hartaku', padahal hanya
dalam tiga soal saja yang menjadi miliknya yaitu apa yang dimakan sampai habis,
apa yang dipakai hingga rusak, dan apa yang diberikan kepada orang sebagai
kebajikan. Selain itu harus dianggap kekayaan hilang yang ditinggalkan untuk
kepentingan orang lain,” (HR Muslim).
Seorang Mukmin
adalah orang yang meyakini bahwa rezeki telah ditentukan oleh Allah S.W.T. Dia
juga yakin bahwa setiap manusia tidak akan menemui ajalnya sebelum semua rezeki
yang telah ditetapkan oleh Allah dicukupkan kepadanya.
Ia merasa cukup
terhadap harta yang telah diperolehnya dan menyadari ada hak orang lain atas
kelebihan harta yang dimilikinya. Ia infakkan sebagian hartanya di jalan Allah
untuk membantu saudara-saudaranya yang dilanda kelaparan dan kekurangan.
Demikianlah yang patut dilakukan seorang Muslim dan ia tidak lagi silau terhadap
kekayaan orang lain yang dihimpun karena ketamakan.
Rasulullah
bersabda, “Tidak ada iri hati kecuali dalam dua perkara, (yaitu) orang yang
dikaruniai harta kekayaan dan dihabiskan untuk menegakkan kebenaran, dan orang
yang dikaruniai hikmah kemudian ia melaksanakan dan mengajarkannya (kepada
orang lain).”
(Sumber : Edi S.
Kurniawan, Muhammad Haryadi, e-mail : Riyadi_albatawy@yahoo.co.id)
0 komentar:
Posting Komentar